Perjuangan peternak ayam petelur Blitar telah membuahkan hasil. Saat ini harga telur mencapai angka tertinggi dalam sejarah. Per kg telur bisa terjual di kisaran harga Rp 19.500 dari peternak.
Menurut seorang peternak Desa Dadaplangu Kec. Ponggok, Kab. Blitar, Sukarman, kenaikan harga telur ini didukung oleh berbagai faktor. Namun yang utama adalah kekompakan peternak Blitar.
“Sekarang peternak sini kompak. Kalau dulu jalan sendiri-sendiri ternyata ini dimanfaatkan para broker terutama Jakarta. Makanya sekarang peternak kompak, jadi disparitas harga telur antara Blitar dan Jakarta hanya di kisaran Rp 1.500/kg,” terang Sukarman ditemui di kandangnya, Sabtu (22/7/2017) .
Dulu harga telur dari peternak Blitar hanya kisaran Rp 13.600. Namun harga di pasar Jakarta bisa mencapai Rp 22.000/kg. Sedangkan saat ini, harga di pasaran Blitar berkisar Rp 20.000/kg. Sementara di pasar Jakarta di kisaran harga Rp 22.000/kg.
Perbedaan harga itu, tambah Sukarman, setelah untuk biaya produksi, transportasi dan egg tray (wadah telur).
“Harga egg tray masih sangat mahal, Rp 60.000 per bendel itu dapat 70 lembar. Tapi kami juga kompak cari yang second dengan kondisi masih bagus, bisa mengurangi biaya buat beli egg traynya,” lanjutnya.
Selain faktor kekompakan, kenaikan harga telur juga karena permintaan semakin tinggi di saat produksi menurun. “Produksi telur menurun karena terserang virus seperti flu burung. Tapi hanya mempengaruhi produksi telur tidak sampai pada kematian. Akibat virus itu produksi turun dari 90% menjadi 40%,” papar sesepuh peternak Blitar ini.
Jurus dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan (PKH) Kementan, juga dinilai Sukarman sangat jitu yang membuat harga telur meroket. “Saya terima kasih sekali sama Ditjen PKH. Saya akui Ditjen PKH tegas dan efektif caranya. Mereka minta kami yang punya populasi ayam di atas 100 ribu mengafkir ayam berusia 70 minggu,” paparnya.
Afkir ini juga menyebabkan populasi ayam petelur di Blitar turun. Dari sekitar 15 juta ayam menjadi 12 juta ayam. Otomatis produksipun turun. Jika semula peternak ayam petelur mampu memproduksi 500 ton telur/ hari, saat ini turun menjadi 420 ton telur/hari. “Tapi afkir ini cara paling efektif dan tidak merugikan peternak,” aku Sukarman.
Hal senada diungkapkan Rofi Yasifun peternak Kademangan dan Projo Susanto peternak Selopuro. Mereka mengaku sepakat kompak menjaga stok jika ada permintaan harga rendah dari broker Jakarta.
Terkait virus yang melanda ayam petelur di Blitar, Kepala Dinas Peternakan Kab. Blitar Mashudi menyatakan, laboratorium Pusat Kesehatan Masyarakat Veteriner sedang dalam proses menciptakan vaksin yang disesuaikan dengan perkembangan virus baru ini.
“Sejenis flu burung tapi tidak mematikan. Nama virusnya yang sekarang ini H9N2, hanya mempengaruhi tingkat produksi telur dan tidak berdampak pada manusia,” jelas Mashudi saat dihubungi.
Dengan beredarnya vaksin buatan luar negeri, menurut Mashudi itu kewenangan pemerintah pusat. Namun dia sangat mengapresiasi gerak cepat para peternak yang secara mandiri melakukan tindakan preventif dengan menggunakan vaksin H5N1 bagi ayam petelurnya. Walaupun mungkin komposisinya kurang sesuai dengan perkembangan virus yang ada.
(fat/fat)(disadur dari detiknews)