Ayam sombong? Memangnya ada ayam sombong? Ada-ada saja. Tapi kenyataannya memang ada. Dan ini persoalan yang bukan sepele bagi peternak. Beberapa peternak ayam broiler pelanggan kami di Tasikmalaya, Jawa Barat, Jepara – Jawa Tengah, Tanah Laut dan Banjarbaru – Kalimantan Selatan telah dipusingkan dengan adanya ayam sombong ini sepanjang bulan Mei-Juni 2013. Jika ada manusia yang bersifat sombong sulit untuk diperbaiki, demikian pula pada ayam sombong. Sulit alias susah bin tak gampang.
Ayam sombong atau ayam besar kepala atau ayam bengkak kepala adalah suatu penyakit yang sebaiknya dihindari daripada mencoba mengobatinya. Nama penyakitnya sendiri adalah Swollen Head Syndrome (SHS) yang rasa-rasanya jika diucapkan oleh seorang peternak di kampung bisa menyebabkan besar kepala saking bangganya bisa ngomong bahasa Inggris…hehehe…maaf, bergurau. Penyakit SHS ini disebabkan oleh Avian pneumovirus. Pada dasarnya virus itu sendiri tidak menimbulkan adanya gejala kebengkakan pada daerah kepala dari ayam yang terinfeksi, akan tetapi adanya kebengkakan disebabkan oleh adanya infeksi sekunder dari kuman lain, seperti: Pasteurella, E. coli, Mycoplasma atau Haemophillus. Penyakit SHS di lapangan biasanya bersifat musiman dan selalu muncul pada lokasi peternakan ayam dengan kondisi manajemen dan sistem pemeliharaan yang kurang memadai, pola pemeliharaan ayam dengan banyak variasi umur dalam satu lokasi peternakan serta kebanyakan peternak belum merasa perlu untuk melakukan vaksinasi terhadap SHS pada ayam yang dipeliharanya. Akhir-akhir ini kejadian penyakit SHS di lapangan, baik pada peternakan komersial broiler maupun layer serta pada beberapa breeding farm, mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Pada ayam broiler penyakit ini umumnya menyerang dan sering ditemukan pada umur antara 2 – 6 minggu. Faktor yang dapat menjadi pemicu terjadinya SHS lebih banyak disebabkan oleh daya dukung lingkungan peternakan yang kurang memadai, seperti sirkulasi udara yang kurang baik, kepadatan ayam cukup tinggi dan kandang yang pengap serta tingginya kadar ammonia dalam kandang.
Gejala awal dari ayam yang terserang penyakit pernafasan secara umum hampir sama, yakni mulai dari adanya kelesuan, menurunnya tingkat konsumsi pakan, serta adanya gejala bersin-bersin dan mata berair. Namun ada gejala yang bersifat khas untuk ayam yang terserang SHS yakni adanya kebengkakan kelenjar air mata dan bila disertai adanya infeksi sekunder oleh kuman E. coli atau kuman lainnya dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan pada daerah kepala bagian atas sampai pada daerah 1/3 leher bagian atas. Kebengkakan biasanya mulai dari daerah sekitar kelopak mata bagian atas, kepala bagian atas dan pial/jengger.
Mata ayam yang bengkak hampir tertutup, dengan pupil nampak lebar sehingga nampak seperti melotot. Terkadang disertai adanya leleran pada mata dan hidung jika diikuti oleh infeksi sekunder dari kuman penyebab penyakit Coryza atau CRD. Pada ayam yang kepalanya bengkak tersebut sering nampak lesu dengan meletakan kepalanya di lantai kandang sehingga akan memperparah keadaannya. Pada ayam broiler, bila murni terinfeksi virus SHS kematiannya tergolong rendah hanya berkisar antara 1 – 5%, kematian yang lebih tinggi dapat terjadi bila diikuti infeksi sekunder oleh kuman seperti E. coli atau Mycoplasma serta kuman atau virus yang bersifat ganas lainnya.
Ayam broiler yang terserang SHS mengalami terhentinya penambahan bobot badannya. Bahkan pada kondisi yang sangat parah dapat menyebabkan terjadinya penyusutan bobot badan dibandingkan dengan berat badan sebelum terjadinya serangan. Pada ayam petelur, kebanyakan menyerang pada ayam pullet menjelang produksi atau ayam masa puncak produksi. Kematian dari ayam petelur yang terserang SHS sangat rendah, berkisar 0,1% – 0,5%, namun kerugian ekonomis yang cukup tinggi disebabkan oleh adanya gangguan produksi telur antara 5 – 30%.
Ayam broiler yang dipelihara pada daerah resiko tinggi dan sering terjadi infeksi virus SHS perlu dipertimbangkan untuk dilakukan vaksinasi dengan vaksin aktif HIPRAVIAR-SHS pada umur antara 4 – 14 hari dengan tetes mulut (cekok) atau lewat air minum yang diberi susu skim, tergantung situasi dan kondisi lingkungan di masing-masing peternakan. Vaksinasi pada ayam petelur dengan HIPRAVIAR-SHS diberikan pada umur 8 – 12 minggu dan diulangi pada umur 17 – 18 minggu. Untuk ayam breeder, vaksinasi dengan HIPRAVIAR-SHS pada umur 8 – 12 minggu dan diulangi dengan pemberian vaksin HIPRAVIAR-TRT4 pada umur 16 – 18 minggu atau 4 minggu sebelum periode awal produksi.
Semoga bermanfaat.