Peternak Ayam Layer Di Bangli – Inspirasi Dari Pulau Dewata

Views: 0

Dalam perjalanan pulang dari Bandung menuju Surabaya di atas kereta api Mutiara Selatan di senja itu, saya asyik ber-BBM dengan Pak Kadek Budiartawan mendiskusikan beberapa hal seputar peternakan secara umum. Sampai akhirnya sampai pada undangan beliau untuk berkunjung ke peternakannya di Bali. Singkat cerita, saya menyepakati untuk berangkat ke Bali seminggu setelah saya tiba di rumah melepas kangen dengan keluarga yang telah saya tinggalkan ke Jawa Barat selama sekitar 10 hari.

Sabtu, 22 September 2012 saya meluncur dari Denpasar menuju Bangli. Sepenanakan nasi kemudian, mobil Daihatsu saya mulai memasuki kawasan Desa Tiga, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli. Hawa sejuk dengan semilir angin menyapa di sepanjang jalan pedesaan. Pemandangan rumah-rumah khas tradisional Bali yang asri membawa angan saya ke kisah zaman Majapahit.

Ya, tujuan safari kali ini adalah Bapak Kadek Budiartawan, peternak ayam ras petelur yang juga mengabdikan diri sebagai Pebekel (Kepala Desa). Muda usianya baru sekitar 33 tahun tapi peternak kita ini sudah mengelola peternakan ayam petelur sebanyak 100.000 ekor yang tersebar di beberapa tempat di seputar Desa Tiga. Awal perkenalan kami adalah melalui media internet pada saat Pak Kadek mengakses informasi seputar peternakan dari www.arboge.com beberapa saat sebelumnya. Beliau akhirnya memesan beberapa produk kita. Kebetulan ada persoalan lalat dan bau di lingkungan peternakannya yang didapatkan solusinya pada produk-produk kita.  Komentarnya,”Cocok Protexolnya, pak”.

Peternak kita ini adalah sosok yang yang mau belajar, berinvestasi waktu dan biaya guna mendapatkan pengetahuan sedalam-dalamnya mengenai peternakan ayam petelur. Lagipula beliau tidak pelit dalam berbagi ilmu dan pengalaman kepada peternak ayam petelur lain di sana yang notabene adalah warga desanya.  Saya diajak berkeliling ke kandang-kandangnya. Rapi, tertib, bersih, tidak bau walau konstruksinya boleh dikata sederhana. Sangkar ayamnya terbuat dari bambu dengan alas kawat. Sistem pemberian pakan masih manual. Minumnya dengan nipple. Ayamnya sehat-sehat. Menurut Pak Kadek, produktifitas ayamnya mencapai 93%. Hebat, kan? Rahasianya adalah pemberian pakan yang tepat nutrisi, tepat takaran dan tepat waktu. Minum diberikan secara ad libitum (tak terbatas). Sanitasi kandang adalah mutlak harus rutin. Kedisiplinan pekerja dalam mematuhi SOP (Standard Operational Procedures) yang telah ditetapkan sangat vital.

Penjualan telur dilakukan ke daerah Nusa Tenggara Barat seperti Mataram dan Lombok yang rutin dilakukan pengiriman setiap 3 hari sekali. Jalinan kerjasama ini sudah terbina selama usia peternakan Pak Kadek. Betah rasanya saya di Bangli karena selain keramah-tamahan Pak Kadek, keluarganya dan para pekerjanya (saya yang memakai kopiah dipanggil Pak Haji oleh mereka) juga karena banyak ilmu dan pengalaman yang bisa didapat. Sayang saya tidak bisa berlama-lama di situ, menjelang sore saya pamit untuk kembali ke Jawa. Salam sukses buat Pak Kadek. Semoga usahanya langgeng dan membawa manfaat sebesar-besarnya.

Comments are closed.